E-Commerce Sebagai Contoh Dampak Kemajuan IPTEK Bagi Kehidupan
E-commerce atau electronic commerce adalah pertukaran (jual-beli barang) yang dilakukan melalui media elektronik. Namun definisi ini masih dapat dipersempit dengan meninjau sudut pandang alternatif, salah satunya dari sudut pandang historis. Pada tahun 1970-an, teknologi yang memungkinkan antar-bisnis (perusahaan) saling bertukar dokumen melalui komputer telah ditemukan, yaitu melalui Electronic Data Interchange (EDI), namun masih dilingkupi kelemahan berupa komunikasi yang terbatas hanya bisa dilakukan oleh perusahaan yang saling menggunakan EDI berstandar sama. Stiawan (2002) menyebutkan bahwa standar EDI bervariasi, antara lain EDIFACT, ANSI X.12, SPEC 2000, CARGO-IMP, TRADACOMS, IEF, GENCOD, EANCOM, ODETTE dan CII sehingga menyulitkan interkomunikasi antar pelaku bisnis. Mekanisme bisnis melalui EDI ini menjadi basis e-commerce hingga tahun-tahun berikutnya, yaitu diterapkan pada model e-commerce berbasis business-to-business (B2B). Namun pada tahun 1991, sistem komunikasi untuk pengiriman dokumen perniagaan melalui komputer tidak lagi baku sehingga internet terbuka (secara umum) untuk kegiatan komersial, tidak seperti sebelumnya dimana kegiatan komersial melalui internet hanya dapat dijangkau oleh kelompok bisnis (antarperusahaan). Hal ini memungkinkan munculnya basis e-commerce baru, yaitu business-toconsumer (B2C).
Sampai tahun 2000-an awal, banyak bisnis menyediakan barang dan jasa mereka di World Wide Web (WWW) yang memberikan fasilitas penyediaan data dan akses informasi secara umum, serta mendukung akses data multimedia berupa gambar, suara, video dan animasi. Selain mendukung bisnis berbasis B2B dan B2C, dalam perkembangannya muncul metode penjualan consumer-to-consumer (C2C). C2C memfasilitasi end-users untuk saling melakukan transaksi. Penjualan dapat berupa transaksi barang-barang baru yang sengaja dibeli lalu dijual kembali maupun barang-barang bekas. Teguh et al. (2015) menamakan bisnis B2B sebagai supply chain, B2C sebagai customer chain, dan C2C sebagai community chain. Metode e-commerce berbasis B2B, B2C maupun C2C kini telah dikembangkan menjadi lebih spesifik. Berdasarkan direktori keanggotaan idEA (2016) dan Pradana (2015), e-commerce di Indonesia dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Tabel 2).
Teori pertumbuhan endogen memandang teknologi sebagai variabel yang dapat dipengaruhi atau bersifat endogen. Merujuk pada Prijambodo (1995), teori pertumbuhan endogen terbagi menjadi dua cabang pemikiran, meskipun keduanya sama-sama menyepakati bahwa sumber daya manusia merupakan kunci utama bagi peningkatan produktivitas ekonomi, yaitu: learning-by-doing (pendorong produktivitas perekonomian adalah introduksi hal-hal baru) yang bersumber dari labor learning (pengulangan kegiatan), capital learning (peningkatan pengetahuan yang dibawa oleh mesin-mesin baru) dan organization learning (peningkatan fungsi manajerial), serta pemikiran yang meyakini bahwa penemuan-penemuan baru adalah sumber utama bagi peningkatan produktivitas.
Dalam pandangan yang lebih kekinian, Jahangard dan Pourahmadi (2013) menyebutkan bahwa penyebaran ide dan informasi merupakan faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Informasi sudah melekat sebagai input dasar dalam kegiatan ekonomi dan internet memfasilitasi penyebaran informasi itu. Sedangkan menurut Prijambodo (1995), sumber pertumbuhan ekonomi dalam teori pertumbuhan endogen adalah meningkatnya stok pengetahuan dan ide baru dalam perekonomian yang mendorong tumbuhnya daya cipta, kreasi dan inisiatif, serta diwujudkan dalam kegiatan yang inovatif dan produktif. Kegiatan inovatif dan produktif yang dimaksud berasal dari kaum entrepreneur sehingga ekonomi akan tumbuh seiring dengan usaha menumbuhkan entrepreneur dalam perekonomian (Prijambodo, 1995).
Peran entrepreneur dalam perekonomian relevan dalam teori pertumbuhan endogen. Menurut Schumpeter, proses inovasi dan pelakunya (inovator) yang dimiliki dalam jiwa entrepreneur merupakan faktor pembangunan ekonomi. Dalam hal ini, Schumpeter membedakan definisi pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan ekonomi. Meskipun keduanya merupakan peningkatan output perekonomian, namun memiliki sumber penyebab yang berbeda. Pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh pertambahan jumlah faktor produksi, sedangkan pembangunan ekonomi disebabkan karena lahirnya inovasi dari para entrepreneur yang berarti terdapat perbaikan teknologi seperti penemuan produk atau pasar baru.
E-commerce menjadi bukti terjadinya perkembangan teknologi dalam perekonomian dunia, yakni melalui pemanfaatan internet pada aktivitas produksi, sehingga dapat membawa peningkatan produktivitas ekonomi negara yang menerapkannya. Pemanfaatan internet ini kemudian berimplikasi pada peningkatan arus penyebaran ide dan informasi yang mendorong tumbuhnya inovasi serta pelaku yang menyertainya (entrepreneur). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sumber pertumbuhan ekonomi dari penerapan e-commerce menjadi faktor pembawa ide dan inovasi bagi penggunanya yang mampu mengelola internet menjadi peluang untuk mendapat keuntungan.
Selain menciptakan lingkungan yang mendukung lahirnya inovasi-inovasi, e-commerce atau model bisnis berbasis internet dapat menstimulus pertumbuhan entrepreneur melalui keunggulannya dalam menciptakan efisiensi dan insentif-insentif lainnya dalam bisnis, dijelaskan melalui ilustrasi-ilustrasi berikut. Contoh pertama, untuk memulai bisnis berbasis internet, pengusaha tidak mutlak perlu membangun atau menyewa gedung (toko) untuk menawarkan produknya kepada konsumen. Perusahaan cukup membuat sebuah website atau menawarkan produknya melalui platform marketplace tertentu yang menghabiskan biaya jauh lebih rendah ketimbang harus mengeluarkan biaya sewa toko sehingga dapat menekan entry cost. Contoh kedua, untuk melakukan riset pasar, profil pelanggan dan pesaing, perusahaan tidak mutlak perlu melakukan survey secara konvensional karena informasi bisa didapat dengan mudah melalui search engine sehingga akan secara efektif menekan search cost. Contoh ketiga, penggunaan website untuk menampilkan katalog produk dan mempermudah proses transaksi melalui sistem pembayaran online menjadi daya tarik perusahaan di tengah tren masyarakat saat ini yang mengarah pada gaya hidup instan, cepat dan praktis. Contoh keempat, maraknya penggunaan media sosial mendukung perusahaan yang memanfaatkan internet dalam proses bisnisnya untuk menggencarkan kegiatan promosi dan pemasaran dengan biaya rendah, serta mencapai jangkauan penyebaran informasi yang lebih luas dibandingkan promosi dan pemasaran bisnis secara konvensional. Contoh kelima, internet dapat dijadikan media untuk menjangkau pasar yang lebih luas, tidak terbatas pada teritorial tertentu, sehingga penawaran produk kepada pasar luar negeri menjadi lebih memungkinkan.
Dalam jangka pendek, seluruh indikator perkembangan e-commerce tidak menunjukkan pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi bahkan pada tingkat signifikansi 10%. Hal ini mengindikasikan bahwa perubahan pada aktivitas e-commerce tidak langsung direspon oleh pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek. Namun dalam signifikansi pengaruh yang lemah tersebut, seluruh indikator perkembangan e-commerce memiliki tendensi pengaruh positif terhadap PDB. Dalam jangka pendek, setiap kenaikan 1 perkembangan jumlah situs bisnis e-commerce cenderung direspon dengan kenaikan PDB sebesar Rp 0,000491 triliun, namun dibutuhkan tingkat toleransi setidaknya 45% untuk membenarkan hubungan tersebut. Pada tingkat toleransi 30%, dapat dinyatakan bahwa setiap kenaikan 1% jumlah pengguna internet dari total penduduk Indonesia cenderung direspon dengan kenaikan PDB sebesar Rp 0,026354 triliun dalam jangka pendek. Pada tingkat toleransi lebih tinggi, yakni 55%, kita dapat menyatakan bahwa setiap kenaikan US$ 1 juta perkembangan nilai transaksi e-commerce cenderung direspon dengan kenaikan PDB sebesar Rp 0,0000377 triliun dalam jangka pendek. Sedangkan besar koefisien RES(-1) menunjukkan speed of adjusment atau kecepatan residual dalam mengoreksi penyimpangan PDB menuju keseimbangan jangka panjang, yakni sebesar 0,383007%.
Uji kointegrasi menunjukkan hasil berada pada daerah ragu-ragu, dimana lower bound < F-statisctic < upper bound sehingga disimpulkan hubungan jangka panjang yang terjadi tidak konsisten. Penelitian ini menduga penyebab dari konsistensi hubungan jangka panjang yang kurang baik antara perkembangan e-commerce dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia dilatarbelakangi oleh struktur data perkembangan jumlah situs bisnis e-commerce dan perkembangan nilai transaksi e-commerce yang sangat fluktuatif. Sebagai variabel yang merepresentasikan perkembangan e-commerce, kondisi tersebut menjelaskan dinamika yang terjadi dalam industri ini sendiri
Metode bisnis e-commerce memang berpotensi menurunkan barriers to entry dari efisiensi biaya yang dapat dihasilkan. Akan tetapi, bertahan dalam bisnis berbasis online tidaklah mudah karena terdapat eksternalitas jaringan yang membuat perilaku konsumen sangat dipengaruhi oleh skala perusahaan. Preferensi konsumen tidak cukup dibentuk melalui iklan atau harga kompetitif yang ditawarkan produsen saja, melainkan juga rekam jejak perusahaan sebagai bisnis online yang bisa konsisten mempertahankan kepercayaan konsumen hingga memiliki banyak pengikut atau pelanggan dari waktu ke waktu. Dengan demikian, terdapat kemungkinan perusahaan baru harus mengalami kekalahan dari perusahaan yang sudah lebih dulu ada, apalagi jika perusahaan yang sudah lebih dulu ada tersebut merupakan pemain besar dan mampu menawarkan teknologi sistem transaksi yang dianggap paling mutakhir bagi konsumen. Hal ini pada tahap selanjutnya memengaruhi perilaku perusahaan lain untuk memutuskan masuk atau tidaknya ke industri, juga memengaruhi perilaku bertahan bagi perusahaan yang telah memutuskan masuk ke industri.
Sumber : https://core.ac.uk/download/pdf/270241807.pdf
Comments
Post a Comment